Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan memegang kipas lipat saat menunggu sidang sidang suapnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 6 Mei 2024.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) hadir sebagai saksi yang meringankan dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) oleh perusahaan minyak dan gas milik negara, Pertamina.
Kasus tersebut melibatkan mantan Direktur Utama Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan. Dalam persidangan, JK mengungkapkan kebingungannya atas dakwaan Karen Agustiawan dengan mengatakan, “Saya bingung karena dia hanya menjalankan tugasnya,” di Ruang Sidang Tipikor, Kamis.
JK menjelaskan, alokasi LNG diamanatkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 yang mewajibkan Pertamina memenuhi 30 persen kebutuhan energinya dengan gas bumi.
Terkait kondisi keuangan Pertamina, JK mengaku sempat berdiskusi selama menjabat di pemerintahan namun tidak mengetahui profitabilitas Pertamina.
“Jika setiap perusahaan yang merugi dihukum, maka semua BUMN akan dihukum,” imbuh JK.
Karen Agustiawan menghadapi tuntutan kerugian negara sebesar $113,84 juta (Rp 1,77 triliun) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada tahun 2011 hingga 2014. Ia ditahan pada 19 September 2023 atas tuduhan menandatangani kontrak secara sepihak. kesepakatan pembelian LNG dengan perusahaan Amerika Corpus Christi Liquefaction (CCL) pada tahun 2012.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan pada bulan November bahwa kontrak ini dibuat “tanpa analisa terlebih dahulu dan persetujuan dewan komisaris Pertamina.” Firli sendiri sudah ditetapkan Polri sebagai tersangka kasus pemerasan yang melibatkan Menteri Pertanian saat itu Syahrul Yasin Limpo yang juga berstatus tersangka dalam pemeriksaan KPK.
Kuasa hukum Karen, Luhut Pangaribuan menjelaskan, keterangan JK bertujuan untuk membantah dakwaan yang diajukan jaksa KPK. Menurut Luhut, pembelian LNG yang dilakukan Pertamina dari CCL telah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 yang bertujuan untuk menjamin ketahanan energi. Dia mencatat, pembelian ini menghasilkan keuntungan sekitar $91 juta bagi Pertamina.
Ini bukan kali pertama Karen menghadapi persoalan hukum terkait perjanjian bisnis Pertamina dengan perusahaan asing. Pada 10 Juni 2019, ia kembali divonis delapan tahun penjara atas kasus korupsi yang diusut Kejaksaan Agung.
Namun, pada bulan Maret 2020, Mahkamah Agung memutuskan bahwa kegagalan Pertamina untuk mendapatkan keuntungan dari 10 persen hak partisipasi senilai $31,5 juta di ladang minyak tidak menyebabkan kerugian finansial bagi negara, yang menyebabkan Karen dibebaskan.
Karen diangkat sebagai Direktur Utama Pertamina dan menjabat sejak tanggal 5 Februari 2009 hingga tahun 2015. Pada tahun 2011, Forbes memasukkannya sebagai orang pertama dalam daftar 50 Power Businesswomen Asia. Di tengah prestasinya yang gemilang di Pertamina, Karen resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Direktur Utama Pertamina pada 1 Oktober 2014.